Selasa, 22 November 2011

DOPING DITINJAU DARI PEMAKAIAN


BAB I
Latar Belakang
Sejak dahulu kala manusia telah memakai doping untuk menambah kekuatan badan dan meningkatkan keberanian. Misalnya penduduk Indian di Amerika Tengah dan beberapa suku di Afrika, mereka memakan zat-zat dari tumbuh-tumbuhan liar tertentu atau memakan madu sebelum menghadapi suatu perjalanan jauh, berburu atau berperang. Pada Perang Dunia II banyak digunakan pil-pil Amphetamine untuk melawan rasa letih dan mengantuk. Istilah dope pertama kali timbul pada tahun 1889 pada suatu perlombaan balap kuda di Inggris sedangkan kata dope itu sendiri berasal dari salah satu suku bangsa di Afrika Tengah. Sejarah doping dalam olahraga dimulai kurang lebih pada abad 19 pada olahraga renang, tetapi yang paling sering dijumpai pemakaian doping ini adalah pada olahraga balap sepeda. Pada waktu itu zat-zat yang populer dipakai adalah caffeine, gula dilarutkan dalam ether, minuman-minuman yang mengandung alkohol, nitroglycerine, heroin dan cocain.
Doping adalah penggunaan obat terlarang atau subtan lainnya secara illegal untuk meningkatkan pretasi atlet. Banyak tilikan mengenai doping ini. Seseorang dapat menelaahnya dari aspek farmakologis, psikologis, psikologis-pedagogis. Kesemua tilikan ini penting namun yang lebih penting lagi adalah pemahaman dari perspektif etika. Doping atau pemakaian obat-obatan untuk menaikkan performa atlet secara tidak sportif atau alami, sangat diharamkan dalam olahraga. Tindakan ini menodai nilai-nilai luhur olahraga yaitu kejujuran, sportifitas, dan keadilan. Sportifitas ini begitu luhur dalam konteks pembinaan olahraga, kompetisi dan pencapaian prestasi. Dapat dibayangkan apa yang terjadi, apabila fairness atu sportifitas tidak dapat ditegakkan dalam olahraga tanpa sportifitas maka suatu kompetisi tidak akan terkendali. Namun spostifitas bukan soal kepatuhan, karena perilaku sportif harus dipahami mengapa dan bagaimana berperilaku sportif dalam olahraga. Salah satu akibat penggunaan obat terlarang dalam olahraga adalah merosotnya kepercayaan terhadap hasil yangdicapai dalam suatu kompetisi. Kepercayaan itu bukan persoalan emosi tetapi kelangsungan fungsi yang menjadi dasar bagi kepercayaan yang mendalam, dibalik persoalan itu terdapat asumsi yang percaya bahwa terdapat satu peluang yang sama bagi semua orang untuk berprestasi.
Batasan Masalah
1.Penyalahgunaan Obat Terlarang
Banyak sekali jenis obat-obatan yang mengandung zat ang tergolong dalam doping, sehingga perlu bagi para atlet dan dokter tim untuk mengetahuinya. Untuk tahu mana obat-obatan yang terlarang dan mana yang tidak, memang tidak mudah. Sebab, obat-obatan yang mengandung zat terlarang tak cuma satu-dua jumlahnya. Jumlahnya banyak, zat doping itu bukan tidak mungkin terminum atlet secara tidak sengaja. Substansi yang masuk obat terlarang itu dapat berasal dari anabolik steroid, amphetamine, kemudian corticosteroids, peptide-hormones dan analognya, chorionic gonadotrophin, cocaine, stimulans, dan narkotic analgesic. Untuk jenis anabolik steroid banyak digunakan orang yang ingin membentuk tubuh menjadi kekar dan berotot.
2. Pengertian Anabolik Streroid
Jenis anabolik ini termasuk dalam anabolic androgenic steroids (AAS) yang salah satu contohnya adalah testosteron dan zat yang memiliki struktur yang mirip testosterone. Anabolik Streroid merupakan nama yang lazim untuk substan sintesis yang berkaitan dengan hormon seks pria (androgen).







BAB II
Pembahasan
A.Pengertian Doping
 Substan itu bermanfaat untuk menumbuhkan otot (efek anabolik) dan perkembangan karakteristik jenis kelamin laki-laki (efek androgenic), dan juga beberapa pengaruh lainnya. Penggunaannya juga menyebabkan peningkatan agresivitas pemakainya. Penggunaan testosteron dilarang, adanya rasio testosteron (T) dan epitestosteron lebih dari 6 : 1 dikatakan positif doping. Anabolik Steroid dikembangkan pada akhir tahun 1930-an terutama untuk menangani hygonadims, sebuah kondisi yakni buah jakar tidak menghasilkan testosterone yang cukup untuk pertumbuhan normal, perkembangan, dan berfungsinya seksual. Substan ini dipakai untuk mengobati pubertas yang tertunda, beberapa tipe impotent, atau untuk menangani penyakit karena infeksi HIV atau penyakit lainnya. Selama tahun 1930-an para ilmuan menemukan bahwa anabolic streroid dapat memperlancar pertumbuhan otot. Berdasarkan khasiat inilah maka para atlet binaraga dan angkat besi menggunakannya dan kemudian oleh atlet cabang olahraga lainnya. Penyalah gunaan anabolic streroid begitu meluas di lingkungan olahraga karena berpengaruh untuk meningkatkan prestasi.
 Zat doping lain yang digunakan biasanya oleh pemanah dan penembak dengan tujuan meningkatkan ketenangan, mengurangi tangan gemetar, menurunkan denyut jantung agar lebih mudah berkonsentrasi adalah obat yang tergolong betablocker. Obat ini digunakan dokter untuk mengobati penyakit jantung, yaitu mengurangi palpitation (jantung berdebar) dan menurunkan tekanan darah (penderita penyakit jantung akibat tekanan darah tinggi). Hal yang sering terjadi pada atlet wanita adalah pemakaian obat analgesic. Tujuannya jelas bahwa itu sebagai penghilang rasa sakit ketika haid menjelang. Tetapi, dampaknya jika salah memilih obat bisa mengakibatkan sulit bernapas. mual, kehilangan konsentrasi, dan mungkin menimbulkan adiksi atau kecanduan. Pada beberapa jenis olah raga yang mempunyai kriteria berat badan, misalnya angkat besi, atlet wanita atas kemauan sendiri atau arahan pelatihnya menggunakan diuretika, yang tujuannya mengeluarkan cairan tubuh. Banyak dan cepatnya pengeluaran air seni ini akan cepat menurunkan berat badan sebab 60 persen dari berat badan manusia terdiri atas air. Sayangnya, bersama itu akan terbawa keluar pula beberapa jenis garam mineral. Akibatnya timbul kejang otot, mual, sakit kepala, dan pingsan. Pemakaian yang terlalu sering mungkin akan menyebabkan gangguan ginjal dan jantung. Tentu saja kita yang patuh dengan prinsip sportivitas tetap berkeyakinan bahwa masih banyak atlet kita yang andal dan mampu mematuhi aturan yang diberlakukan IOC (International Olimpic Committee). Olah ragawan atau atlet kita masih bisa berprestasi tanpa doping.
Cara doping lainnya adalah menggunakan suntikan eritropoetin dan menyuntikkan darah. Kedua cara ini akan meningkatkan jumlah sel darah merah di dalam tubuh. Fungsi sel darah merah melalui hemoglobin adalah mengangkut oksigen. Dengan jumlah oksigen yang cukup bagi seluruh tubuh, proses pembakaran akan berjalan lancar sehingga energi yang dihasilkan akan bertambah. Cara ini biasanya untuk atlet yang memerlukan daya tahan lama. Misalnya, untuk lari jauh, maraton, triatlon, sky, berenang 800 m, dan balap sepeda jarak jauh. Namun, efek bahaya suntikan eritropoetin berupa darah menjadi lebih pekat sehingga mudah menggumpal dan memungkinkan terjadinya stroke (pecahnya pembuluh darah di otak). Sementara, doping dengan suntikan darah akan menimbulkan reaksi alergi, meningkatnya sirkulasi darah di atas normal, dan mungkin gangguan ginjal. Golongan obat peptide hormonis dan analognya dapat berakibat si atlet menderita sakit kepala, perasaan selalu letih, depresi, pembesaran buah dada pada atlet pria, dan mudah tersinggung. Selain sejumlah kerugian tadi, dampak kejiwaan yang diderita atlet pengguna doping yang ketahuan adalah suatu siksaan tersendiri. Banyak atlet pemakai doping yang menderita depresi. Oleh karena itu, hanya mereka (atlet) yang menggunakan doping 99 persen bakat, 99 persen keuletan, dan 99 persen kerja keras yang akan memenangi kompetisi.
2. Prosedur pemeriksaan
Biasanya yang diperiksa adalah para pemenang pertama, kedua dan ketiga, lalu ditambah satu orang atau beberapa orang atlit yang diambil secara random sampling dan juga mereka yang dicurigai memakai doping. Mereka semua ini harus melaporkan diri kepada team control doping biasanya selambat-lambatnya satu jam setelah pertandingan/perlombaan selesai, bila tidak, maka ia akan langsung didiskwalifikasikan Hukuman lain yang dapat dikenakan adalah berupa denda uang (pada olahraga bayaran) atau diskors (tidak boleh bertanding) selama beberapa waktu tertentu. Yang diperiksa adalah urine atau darah si atlit, tetapi urine lebih banyak di dipergunakan karena kebanyakan zat-zat doping ini diekskresi melalui urine. Seratus cm3 urine yang ditampung dalam botol gelas (yang diberi tanda dan nama) ditutup dan diberi lak, lalu dibagi dua, satu botol disimpan di lemari es dan satu botol lainnya mengalami pemeriksaan-pemeriksaan yang umumnya terdiri dari dua tahap :
(a). Tahap screening, untuk deteksi dan perkiraan berapa macam doping yang ada.
(b). Tahap kedua untuk identifìkasi.
Urutan test biasanya sebagai berikut :
(1). Zat tersebut diextraksi dari larutannya.
(2). Screening dilakukan dengan memakai thin layer atau gas chromatography.
(3). Identifikasi dilakukan dengan cara isolasi dan analisa memakai chromatography pula.
(4). Untuk konfirmasi identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara Mass Spectrometer, Ultraviolet  Absorption Spectrometer, Infrared Absorption Spectrometer.
(5). Pemeriksaan anabolic steroids dilakukan dengan cara Radio Immuno Assay dan dilanjutkan dengan Mass Spectrometer pula.
Pada pengambilan sample yang boleh hadir adalah : si atlit yang diperiksa, pelatih/team manager/dokter si atlit, petugas pengambil sample, wakil dari federasi internasional cabang olahraga tersebut dan anggota-anggota dari Komisi Kontrol Doping. Orang-orang ini semua menanda-tangani suatu berita acara yang menyatakan bahwa mereka hadir pada saat pengambilan. Pemakainya sample dilaksanakan bila hasil test ternyata positif maka team pemeriksa segera memanggil team manager/pengasuh siatlit yang bersangkutan dan memberitahukannya. Bila setelah perundingan antara mereka dapat disimpulkan adanya suatu kasus doping, maka hasil tersebut segera diumumkan dalam waktu 24 jam setelah sample diterima. Suatu pemeriksaan ulangan dapat diminta oleh atlit/team yang bersangkutan secara tertulis dalam waktu 24 jam setelah hasil pertama diumumkan. Segera botol yang disimpan di lemari es diambil untuk pemeriksaan ulangan dan pemeriksaan ulangan ini sebaiknya dilakukan dilaboratorium yang lain. Atau bila dilakukan dilaboratorium itu juga maka pemeriksaan tertebut harus dijalankan oleh teknisi/petugas laboratorium lain pula. Dan pada pemeriksaan ulangan ini maka team manager/pelatih/dokter si atlit yang bertangkutan diperkenankan hadir untuk menyaksikannya . Hasilnya bila memang positif, maka si atlit atau teamnya segera didiskwalifikasikan. Hukuman lain dapat pula dilakukan oleh federasi internasional cabang olahraga tertebut. Persoalan yang timbul disini ialah kadang-kadang dalam Olympiade hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh IOC (International Olympic Committee) berbeda dengan hukuman-hukuman yang terdapat dalam peraturan federasi internasional cabang tertebut. Hal inilah yang memusingkan para penyelenggara pertandingan, dan kiranya hal inilah yang harus segera dirumuskan dengan baik supaya terdapat suatu peraturan yang seragam mengenai sanksi-sanksinya supaya tidak terdapat suatu kontradiksi.
            B. Moral Dokter Olahraga Dan Tanggung Jawab Atlet Sendiri
            Selain pelatih, dokter olahraga juga merupakan anggota tim atau warga masyarakat olahraga yang ikut serta memelihara kepercayaan terhadap kompetisi dan performa. Sebagai ahli professional yang paham akan khasiat obat dan eksesnya ditinjau dari aspek farmakologi, maka dokter olahraga berpotensi untuk terjebak kearah pemberian atau dukungan kepada atlet untuk menggunakan obat perangsang tersebut. Hal itu dapat didorong oleh factor komersialisasi dan nama masyur yang juga terkait dengan factor ekonomi. Ketenaran nama yang dicapai atlet akan mendorong peningkatan status sosialnya, masyarakat menganggumi diri dan prestasi atlet. Lebih khusus lagi para ahli frmakologi merasa seperti ada tantangan untuk melakukan pengujian terhadap khasiat obat terlarang itu. Namun ada yang percaya diantara mereka bahwa obat itu tidak berakibat negative. Padahal setiap obat merupakan intrusi kedalam tubuh yang kemudian membangkitkan resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan seseorang. Sikap yang menganggap enteng itu terjadi karena masih sulit untuk mengklaim bahwa sebagai akibat pemakaian anabolic streroid misalnya, prestasi seorang atlet menjadi meningkat. Namun mnjadi kebiasaan bagi ahli untuk menyimpulkan adanya korelasi antara prestasi dan pemakaian anabolic streroid, walaupun mereka juga sukar menentukan hubungan kedua faktor itu.
            Cara yang dianggap paling efektif adalah pengawasan melekat melalui pengendalian diri. Atlet itu sendirilah yang mengawasi dirinya, godaan memang besar. Di Negara maju yang gampang dan terbiasa dengan obat-obatan untuk merangsang performa, rayuan dari ketersediaan obat perangsang itu amat kuat. Pengawasan diri itu pada akhirnya terpulang pada etika dan nilai morl yang melekat pada diri seseorang. Atas dasar rujukan itulah ia mentukan pilihannya, apakah menggunakan doping atau tidak. Karena alas an ancaman terhadap kesehatan, seperti bahaya kanker hati, tidak dapat keturunan, dan lain-lain yangmasih  mengerikan. Kesemuanya itu rupanya tidak cukup untuk membuat atlet jera menggunakan obat itu. Jadi yang menjadi benteng dan sekaligus filter untk melindungi keselamatan atlet adalah mereka sendiri. Namun aspek pedagogic atau pendidikan memainkan peranan penting dalam proses penyadaran dan pembentukan sikap serta perilaku untuk mempertahankan kepercayaan dan kejujuran dalam olahraga.
            Pada akhirnya, penangkalan masalah doping menjadi tanggung jawab setiap orang, bukan saja atlet dan pelatih atau dokter olahraga semua orang yang berkepentingan dengan olahraga ikut bertanggung jawab terhadap doping ini. Industri farmakologi juga ikut bertanggung jawab, sebab munculnya obat-obat baru dengan segala khasiat dan akibatnya merupakan produk dari iptek di bidang farmasi.Penggunaan doping memang terkait dengan konteks social. Masyarakat memang mengapresiasi pencapaian prestasi. Namun penipuan terjadi, sehingga nilai moral memang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Penggunaan doping sebagai salah satu bentuk penipuan dalam olahraga itu juga semakin kompleks masalahnya dari aspek kajian aksiologis karena didalamnya terlibat beberapa factor. Apa substan yang dianggap berbahaya dan kemudian seberapa kuat efeknya yang disebut membahayakan?
            Bagi kita di Indonesia yang hidupnya banyak bersandar pada nilai-nilai agama, doping dianggap sebagai sesuatu yang sangat berbahaya, karena bukan saja merugikan dari segi kesehatan, tetapi merendahkan martabat manusia. Olahraga bukanlah kegiatan untuk melampiaskan naluri rendah dan kesempatan untuk mendemontrasikan keunggulan melalui aneka cara. Kegiatan olahraga merupakan penyaluran sifat-sifat manusiawi dan menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan kwalitas manusia menuju kesempurnaan. Sungguh, kegiatan itu buka untuk menunjukkan keperkasaan manusia di hadapan Tuhan.
Kesimpulan
Pada akhirnya, penangkalan masalah doping menjadi tanggung jawab setiap orang, bukan saja atlet dan pelatih atau dokter olahraga semua orang yang berkepentingan dengan olahraga ikut bertanggung jawab terhadap doping ini. Industri farmakologi juga ikut bertanggung jawab, sebab munculnya obat-obat baru dengan segala khasiat dan akibatnya merupakan produk dari iptek di bidang farmasi.Penggunaan doping memang terkait dengan konteks social. Masyarakat memang mengapresiasi pencapaian prestasi. Namun penipuan terjadi, sehingga nilai moral memang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.


Saran
Olahraga bukanlah kegiatan untuk melampiaskan naluri rendah dan kesempatan untuk mendemontrasikan keunggulan melalui aneka cara. Kegiatan olahraga merupakan penyaluran sifat-sifat manusiawi dan menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan kwalitas manusia menuju kesempurnaan







Daftar Pustaka
1. Y KURODA. Problems of doping in sport, in Problema of sports Medicine and . sports training and coaching. Olympic Solidarity ofthe International Olympic Committee, 1975.

2. WILLIAMS J G P& SPERRYN P N: Sport Medicine : Butler & Tanner Ltd. London, 1976.

3. Kumpulan materi kursus dasar kesehatan olahraga I, Dinas kesehatan
sekolah, mahasiswa dan olahraga Depaztemen kesehatan R.I.1975.

4. BECKET A H: Problems of anabolic steroid in sports.

5. TYLER R: The great olympic plot, LastGermany'sruthlessgoad machine.

6. BUSKIRK E R: Nutrition of the Athlete,in SportsMedicine.Academic Press, New York, 1974.



ilmuolahraga.blogspot.com/2008/06/bahaya-doping.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar