BAB I
PENDAHULUAN
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah atau abad ke-7 sampai ke-8 Masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di leran dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. sedangkan menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batuthah yang mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada Tahun 1345 M. agama Islam yang bermahzab Syafi’I telah mantap di sana selama seabad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke-8 dianggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia.
Sejak pertengahan abad ke-19, agama Islam diIndonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekah dengan cara menunaikan ibadah haji dan sebagainya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEBELUM KEMERDEKAAN
1. Birokrasi Keagamaan
Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tam dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas Islam bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga di daerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan Samudra Pasai, Aceh, Demak, Banten dan Cirebon, ternate dan tidore. Dari sana Islam kemudian menyebar ke daerah-daerah sekitar. Begitu pula yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan. Menjelang akhir abad ke-17, pengaruh Islam sudah hamper merata di berbagai wilayah penting di Nusantara.
Di samping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, ibukota kerajaan juga merupakan tempat berkumpul para ulama dan mubalig Islam. Kedudukan ulama sebagai penasehat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat di kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Di samping sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk dalam jabatan-jabatan keagamaan yang tingkat dan namanya berbeda-beda, antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tetapi penerapan hokum Islam di satu kerajaan lebih jelas dibandingkan dengan kerajaan lain, yang terkuat di antaranya adalah Aceh dan Banten.
2. Ulama dan Ilmu-ilmu Keagamaan
Ilmuan muslim terkenal pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, ia tokoh sufi terkemuka yang berasal dari Fansur (Barus), Sumatera Utara. Paham yang dikembangkang Hamzah Fansuri dikenal dengan sebutan wujudiyah. Menurutnya yang disebut wujud itu hanya satu, meskipunkelihatannya banyak. Wujud yang satu itu mempunyai dua dimensi, dimensi batin (isi) dan dimensi lahir (kulit). Semua benda yang tampak itu merupakan manifestasi dari dimensi batin, yaitu wujud yang hakiki, yang tiada lain adalah Allah. Wujud hakiki itu mempunyai tujuh martabat yang kesemuanya bermuara pada yang satu, yaitu Ahadiyah, itulah Tuhan.
Syamsuddin Al-Sumaterani adalah muridnya, Syamsuddin mengarang buku berjudul Mir’atul Mu’min (cermin orang beriman) pada tahun 1601 M. buku itu berisi Tanya jawab tentang ilmu kalam.
Ulama Aceh lainnya yang banyak menulis buku adalah Nuruddin Al-Raniri. Ia berasal dari India, keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Menurut Ahmad Daudi, karyanya yang sudah pasti berjumlah 29 buah, yang meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti fiqh, hadis, akidah, sejarah, tasawuf dan dan sekh-sekh agama. Di antara karya-karyanya adalah al-Shirath, al-Mustaqim berisi uraian tentang hokum, Bustan al-salathin, berisi sejarah dan tuntunan bagi para penguasa dan raja, dan Asrar al-Insanfi Ma’rifati al-Ruh wa al-Rahman yang merupakan karya dalam ilmu kalam, Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan berisi perdebatannya dengan kaum wujudiyah, dan al-lama’ah fi Takfir man Qala bi Khalq Al-Qur’an yang juga merupakan bantahan terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Karya-karya Al-Rauniri mencerminkan pemikirannya yang tidak sejalan dengan pemikiran Hamzah Fansuri yang menganut paham wujudiyah.
3. Arsitek bangunan
Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain masji-masjid kuno Demak, ending Duwur Agung Kesepuhan di Cirebon, Masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh dan di daerah-daerah lain. Beberapa ukiran masjid kuno di Mantingan, sendang duwur, menunjukkan pola yang diambil dari dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diberi corak tertentu dan mengingatkan kepada pola-pola ukiran yang udah dikenal pada candi Prambanan dan beberapa candi lainnya.
Selain dari itu, pel pintu gerbang, baik di keratin-keraton maupun di makam orang-orang yang dianggap keramat yang berbentuk candi bentar, kori agung, jelas menunjukkan corak pintu gerbang yang dikenal sebelum Islam. Demikian pula nisan-nisan kubur di daerah Tralaya, Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon dan Banten menunjukkan unsure-unsur seni ukir dan perlambang pra-Islam.
B. SETELAH KEMERDEKAAN
1. Departemen Agama
Departemen agama (dulu namanya kementrian agama) didirikan pada masa Kabinet Syahrir yang mengambil keputusan tanggal 3 Januari 1946 untuk memberikan sebuah konsesi kepada kaum muslimin. Menteri agama pertama adalah M. Rasyidi yang diangkat pada tanggal 12 Maret 1946.
Tujuan dan fungsi departemen agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah sebagai berikut :
a) Mengurus serta mngetur pendidikan Agama di sekolah-sekolah, serta membimbing perguruan agama.
b) Mengikuti dan memperhatikan hal yang berkaitan dengan agama dan keagamaan.
c) Member penerangan dan penyuluhan agama.
d) Mengurus dan mengatur pendidikan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hokum agama.
e) Mengurus dan memperkembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantrejn luhur serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
f) Mengatur, menurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
2. Pendidikan
Dengan berkembangnya pemikiran pembaharuan dalam Islam di awal abad ke-20, persoalan administrasi dan organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian beberapa kalangan/organisasi. Kurikulum mulai jelas.
Haji Mahmud Yunus, seorang lulusan Kairo yang di zaman Belanda memimpin sekolah normal Islam di Padang. Menyusun rencana pembangunan pendidikan Islam. Ketika itu ia mengepalai seksi Islam dari kantor agama provinsi. Dalam rencananya, ibtidaiyah selama 6 tahun, tsanawiyah pertama 4 tahun dan tsanawiyah atas 4 tahun. Gagasannya ini dilaksanakan di Lampung tahun 1948. Mahmud Yunus juga menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah umum yang disetujui oleh konferensi pendidikan se-Sumatera di Padang Panjang.
Demikianlah, beberapa sekolah agama Islam direncanakan dan didirikan oleh departemen agama. Sementara itu perguruan Islam swasta dalam bentuk lain masih saja berjalan. Departemen agama menganjurkan agar pesantren tradisional dikembangkan menjadi sebuah madrasah, disusun secara klasikal, memakai kurikulum yang tetap dan memasukkan mata pelajaran umum di samping agama, sehingga murid di madrasah mendapat pendidikan umum yang sama dengan murid di sekolah umum.
3. Hukum Islam
Salah satu lembaga Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen agama adalah hokum atau syari’at. Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal hokum muamalat yang bersifat pribadi. Hokum muamalat pun terbatas pada masalaha nikah, cerai, dan rujuk, hokum waris (faraidh), wakaf, hibah dan baitul mal. Kemantapan posisi hokum Islam dalam system hokum nasional semakin meningkat setelah undang-undang peradilan agama ditetapkan pada tahun 1989.
4. Haji
Indonesia termasuk negeri yang banyak mengirim jama’ah haji. Umumnya dalam keadaan biasa jumlah jama’ah meningkat cepat, karena memang keinginan ibadah haji semakin kuat.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, pemerintah menyediakan Tim Pembimbing Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Haji Daerah (TPHD), Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) dan Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD). Di samping itu, pemerintah masih merasa perlu untuk mengangkat Tim Pembimbing Ibadah Haji (TPIH). Sesuai dengan aspirasi sebagian masyarakat sejak awal tahun 1980-an, dikenal dengan adanya Ongkos Naik Haji (ONH) Plus, yang tentu berbeda dengan ONH biasa dalam hal pelayanan.
5. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Di samping Departemen Agama, cara lain Pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama suatu program pemerintah. Apalagi yang berkenaan dengan agama, hanya bias berhasil dengan baik bila disokong oleh ulama. Karena itu, kerjasama antara Pemerintah dan Ulama perlu terjalin dengan baik.
Fungsi Majelis Ulama Indonesia :
- Member fatwa dan nasehat mengenai maslah keagamaan dan kemasyarakatan, kepada Pemerintah dan Umat Islam umumnya sebagau amar ma’ruf nahi minkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
- Mempercepat ukhuwaf Islamiah dan memelihara serta serta meningkatkan suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
- Mewakili umat Islam dalam konsultasi antarumat beragama.
- Penghubung antara ulama dan umara (pemerintah) serta penerjemah timbale balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas Islam bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera, Jawa dan pulau lainnya. Di samping merupakan tempat berkumpul para ulama dan mubalig Islam. Kedudukan ulama sebagai penasehat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga di kerajaan-kerajaan Islam lainnya.
Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah sebagai berikut :
- Menurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
- Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
- Member penerangan dan penyuluhan agama.
- Mengurus dan memperkembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri.2010.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar